Arie Sukma
(Staf Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UNAND)
Sebagai negara berkembang, Indonesia terus melakukan ekspansi pembangunan tidak hanya dalam bidang fisik seperti infrastruktur namun juga sumberdaya manusia (SDM) yang meliputi pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial. Dibanding negara lain, capaian pembangunan Indonesia pada kedua indikator tersebut relatif tertinggal yang berdampak pada relatif rendahnya daya saing negara. Untuk mendanai pembangunan tersebut, Pemerintah mengalokasikan belanja yang ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam hal ini pemerintah memilih kebijakan fiskal ekspansif yang mendorong pengeluaran lebih besar dari pada pendaparan (defisit APBN) dalam rangka mengakaselerasi pembangunan infrastruktur dan SDM.
Pada periode 2015 – 2021, kebijakan fiskal ekspansif oleh pemerintah menyebabkan defisit APBN pada kisaran 1,82 persen hingga 2,59 persen dari produk domestik bruto (PDB). Kondisi ini masih dalam batas normal seperti yang ditetapkan dalam Uandang-Undang Keuangan Negara. Namun demikian, pandemi Covid-19 telah menyebabkan defisit APBN meningkat menjadi 6,34 persen dan 5,37 persen dari PDB pada tahun 2020 dan 2021. Sebagai konsekuensi, pemerintah harus berutang untuk menutupi defisit tersebut. Terlepas dari apapun alasan pemerintah berutang, jika utang tersebut dikelola dengan baik, maka akan berdampak positif terhadap perekonomian. Namun demikian, jika tidak dikelola dengan baik, maka utang akan berubah menjadi beban bagi perekonomian. Tulisan singkat ini akan mengulas tentang resiko utang pemerintah dan dampaknya terhadap perekonomian.
Resiko utang pemerintah dalam 1 dekade terakhir
Salah satu indikator untuk menilai kinerja utang pemerintah adalah rasio antara utang terhadap PDB. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan utang pemerintah dalam 1 dekade terakhir, rasio utang pemerintah terhadap PDB juga meningkat cukup signifikan. Rasio utang terhadap PDB mencapai puncaknya yaitu sebesar 39,35 persen pada saat pandemi. Kemudian rasio ini turun secara perlahan hingga mencapai 29,33 persen pada kuartal II 2023. Walaupun demikian, rasio utang terhadap PDB masih pada tingkat yang aman yaitu dibawah 60 persen sesuai dengan Undang-Undang 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
Indikator lain yang bisa menjelaskan kinerja utang pemerintah adalah Debt Service Ratio (DSR) atau kemampuan membayar utang. Semakin besar DSR maka semakin besar pula beban pemerintah dalam membayar utang. Batas nilai DSR yang aman adalah 20 persen. Nilai DSR utang pemerintah Indonesia bervariasi setiap waktu. Nilai DSR tertinggi tercatat pada tahun 2016 yang mencapai 36 persen. Namun terus mengalami penurunan hingga kuartal 1 2023 yang mencapai 17,1 persen. Kinerja DSR sangat tergantung pada cadangan devisa yang dimiliki oleh Indonesia. Sementara itu salah satu faktor yang mempengaruhi cadangan devisa adalah kinerja ekspor dan impor. Mengingat cukup fluktuatifnya DSR utang pemerintah, maka pemerintah perlu memperkuat daya saing ekspor.
Dampak Utang Pemerintah
Dari sisi kinerja, utang pemerintah masih berada dalam kondisi yang aman berdasarkan dua indikator yang disebutkan diatas. Namun demikian, pemerintah perlu terus berhati-hati dalam mengelola utang untuk memastikan keberlanjutan utang tersebut. Kemudian, bagaimana dengan dampak utang terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia? Apakah utang berdampak terhadap pembangunan ekonomi? Jika ya, seberapa besar dampak utang tersebut?
Pada bagian ini akan diuraikan dampak utang terhadap pertumbuhan ekonomi berdasarkan dua indikator yang menjadi alasan utama bagi pemerintah untuk berutang. Pertama, pemerintah berutang untuk meningkatkan daya saing melalui peningkatan kualitas infrastruktur dan konektivitas. Salah satu indiaktor untuk menilai kualitas infrastruktur adalah indeks kinerja logistik (LPI). Pada tahun 2007 nilai LPI Indonesia adalah 3.01 dan menempati peringkat 43. Pada tahun 2023, nilai LPI Indonesia sebesar 3 dan menempati peringkat 61. Jika diperhatikan, selama periode 2007 – 2023 tidak terdapat perubahan signifikan pada nilai LPI Indonesia, bahkan nilai LPI Indonesia justru mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pada sisi lain, terkait dengan SDM, kinerja pembangunan SDM di Indonesia yang tercermin dari indeks Pembangunan Manusia (IPM) masih berada dibawah rata-rata IPM dunia. Selain itu kinerja IPM Indonesia juga masih berada dibawah kinerja IPM negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand yang sudah berada diatas rata-rata IPM dunia.
Penutup
Dari sisi resiko, utang pemerintah masih dalam kondisi yang terkendali. Namun dari sisi dampak, utang pemerintah belum memberikan dampak yang signifikan baik dari sisi kualitas infrasturktur maupun SDM. Oleh sebab itu, tantangan pemerintah dalam berutang tidak hanya pada pengelolaan resiko namun juga pada pengelolaan utang agar memberikan dampak signifikan pada pembangunan. (pt)