PadangTIME – Prodi Magister PPKn FIS Universitas Negeri Padang (UNP) bekerjasama dengan tim mata kuliah Resolusi Konflik jurusan Ilmu Sosial Politik, mengundang Bapak Yan Dirk Wabiser S.Pd., M.Hum, Dosen Prodi PPKn/Wakil Dekan 1 FKIP Universitas Cendrawasih.
Dalam diskusi tersebut Yan Dirk Wabiser memaparkan mengenai Konflik dan Resolusi Konflik berbasis kepada Budaya Papua.
Dalam paparan-nya terdapat 4 (empat) hal menarik yang sampaikan.
Pertama Papua sebagai provinsi paling timur di Indonesia memiliki keterbatasan dari aspek sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan dibandingkan Provinsi lain di Indonesia namun memiliki keistimewaan dalam hal budaya.
“Papua memiliki 312 suku, 250 bahasa yang terbagi dalam 7 wilayah adat”, ujarnya .
Kedua, bagi masyarakat Papua, konflik dengan kekerasan merupakan budaya yang terintegrasi dalam kehidupan masyarakat.
“Artinya pada masyarakat Papua justru kekerasan dilembagakan, tidak hanya dipraktekkan tapi dilegalkan oleh institusi dan elit masyarakat, ” .
Hal ini dikarenakan konflik dengan kekerasan menjadi simbol kekuatan dan sumber kekuasaan yang harus ditunjukkan sebagai jaminan keamanan, kesejahteraan dan keselamatan komunitas.
Ketiga, masyarakat Papua memiliki aturan perang diantaranya, * Perlindungan kepada kaum perempuan, orang yang lanjut usia, kepala suku, gembala serta petugas pemerintah yang tidak membawa anak panah (tidak membahayakan pihak lain) tidak boleh diganggu
-
Perlindungan terhadap alam sebagai sumber kehidupan dengan aturan tidak boleh merusak kebun dari salah satu pihak yang berkonflik
-
Menentukan tempat berkonflik/perang hanya berlangsung pada tempat atau lokasi yang sudah ditentukan bersama, yakni ditempat terbuka
-
Anak-anak / pemuda yang mempunyai kemampuan dan keterampilan untuk menghindari anak panah bisa diikutkan dalam perang (pendidikan untuk memaksimalkan keterampilan menyelamatkan diri).