Muhammad Fazli Joyurivan1, Muhammad Bagas Pati2, Putri Nandini Nasution3, Nabila Septi Ananda4, Hessa Syavira Ramadhani5
1,2,4Program Studi Hukum, Universitas Andalas, 3,5Program Studi Manajemen, Universitas Andalas, Email: hessasyavira27@gmail.com
Abstract
According to WHO, adolescence is the period of life between the ages of 10 and 19, during which individuals undergo a transition from childhood to adulthood, marked by physical, mental, emotional, and social development. One of the social problems that often occurs among adolescents is fighting, which refers to conflicts between students in the form of physical fights, either by an individual or a group of students against another individual or group. Fighting is a form of human interaction that harms both parties, as each side attempts to hurt the other physically, either with or without the use of tools. This research aims to analyze the factors that cause fighting, the impact of fighting on academic performance and the future of adolescents, as well as to examine the role of schools and parents in preventing and addressing fighting. The specific objectives of this research are: (1) to analyze the frequency of fighting incidents among adolescents; (2) to identify the impact of fighting on both the perpetrators and victims; (3) to evaluate the effectiveness of anti-fighting prevention programs; and (4) to develop policy recommendations for handling fighting. The method used for this analysis is a qualitative approach and data analysis, with data obtained from questionnaires. The main cause of fighting is attributed to the negative traits arising from the unstable mindset of adolescents, who often lack healthy ways to express their emotions. The role of schools and parents in addressing fighting includes providing education and warnings against fighting to tackle this issue among adolescents. The results of our research show that the role of parents, schools, and the environment are crucial in educating adolescents about this problem.
Keywords: Teenagers, Brawls, Roles, School, and Parents
Abstrak
Remaja, menurut WHO, adalah individu berusia 10-19 tahun, yang sedang mengalami masa transisi dari anak-anak ke dewasa, yang ditandai dengan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial. Salah satu masalah sosial yang sering terjadi di kalangan remaja adalah aksi tawuran, yaitu perkelahian antar pelajar yang dilakukan oleh seorang atau sekelompok pelajar kepada pelajar lain atau kelompok pelajar lain. Tawuran merupakan salah satu kegiatan interaksi manusia yang saling merugikan, karena satu pihak dengan pihak yang lain berusaha saling menyakiti secara fisik baik dengan atau tanpa alat bantu. Penelitian ini kami lakukan untuk menganalisis faktor penyebab tawuran, dampak tawuran terhadap akademik dan masa depan remaja, serta mengetahui peran sekolah dan orang tua dalam mencegah dan menangani aksi tawuran. Selanjutnnya tujuan khusus dari penelitian ini adalah: (1). Menganalisis
banyaknya kasus tawuran di kalangan remaja (2). Mengidentifikasi dampak tawuran pada pelaku dan korban (3). Mengevaluasi efektivitas program pencegahan aksi tawuran dan (4). Menyusun rekomendasi kebijakan untuk penanganan tawuran. Metode yang dipergunakan dalam analisis ini adalah metode kualitatif dan analisis data, dengan sumber data yang diperoleh dari kuisioner. Penyebab utama terjadinya tawuran disebabkan oleh sifat negatif akibat pemikiran remaja yang masih labil, dan tidak memiliki cara yang sehat untuk menyalurkan emosi mereka. Peran sekolah dan orang tua dalam mengatasi tawuran yaitu, sekolah dan orang tua memberikan edukasi dan peringatan anti tawuran guna mengatasi tawuran yang sering terjadi pada kalangan remaja. Dari hasil riset yang telah kami lakukan peran orang tua dan sekolah serta lingkungan merupakan hal terpenting dalam mengedukasi masalah remaja.
Kata Kunci: Remaja, Tawuran, Peran, Sekolah, dan Orang Tua
1. PENDAHULUAN
Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik. Pada masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua (dalam Ali. M dan Asrori. M, 2016).
Masa remaja adalah suatu periode transisi dalam rentang kehidupan manusia, yang menjembatani masa kanak-kanak dan masa dewasa. (dalam Santrock, 2012).
Menurut Asrori dan Ali (2016), remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama , atau paling tidak sejajar. Memasuki masyarakat dewasa ini mengandung banyak aspek afektif , lebih atau kurang dari usia pubertas. Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun
sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir.
Menurut hukum di Amerika serikat saat ini, individu dianggap telah dewasa apabila telah mencapai usia 18 tahun, dan bukan 21 tahun seperti ketentuan sebelumnya. Pada usia ini, umumnya anak sedang duduk di bangku sekolah menengah. (dalam Moh Asrori dan Moh Ali, 2016).1
Menurut Kartono (2014), kenakalan remaja (juvenile deliquency) ialah perilaku kejahatan atau kenakalan anak- anak muda yang merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak- anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang. Anak- anak muda yang deliquen atau jahat itu disebut pula sebagai anak cacat secara sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada di tengah masyarakat.2
1https://library.uir.ac.id/skripsi/pdf/138110037/bab2.
Kenakalan remaja dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Hasil penelitian sebelumnya oleh Sumara, Humaedi, Santoso (2017) mengenai faktor penyebab anak melakukan perilaku kenakalan yaitu adanya krisis identitas, kontrol diri yang lemah, kurangnya kasih sayang dan perhatian dari orang tua, minimnya pengetahuan agama, lingkungan sekitar dan tempat pendidikan.
Baharudin (2019), mengungkapkan terdapat faktor lain dari dalam keluarga sebagai penyebab kenakalan remaja yaitu faktor lingkungan, lingkungan juga sebagai pemicu peningkatan kejahatan dan kriminalitas remaja yang begitu kompleks. Faktor keluarga yang broken home juga menjadi pemicu remaja berperilaku nakal yang terbentuk melalui proses akumulasi dari berbagai peristiwa seperti keluarga yang broken home. Selain itu, salah satu faktor yang juga mempengaruhi adalah rendahnya latar belakang pendidikan orang tua, yang mengakibatkan orang tua salah dalam mendidik anak dan menentukan pola asuh untuk anak. Kemudian yang terakhir adalah faktor sosial ekonomi, latar belakang sosial ekonomi keluarga yang kurang mapan akan menyulitkan untuk terpenuhinya kebutuhan anak dengan baik sehingga anak cenderung melakukan segala cara untuk memenuhi kebutuhannya.
Di era globalisasi dan modernisasi seperti sekarang ini perkelahian kelompok semakin mengkhawatirkan. Perkelahian kelompok adalah suatu perilaku menyimpang dan melanggar aturan hukum. Perkelahian kelompok (Tawuran) yang cukup memprihatinkan bagi masyarakat serta menyita perhatian masyarakat.
Menurut Amin Rais (1997 : 35), tawuran adalah perkelahian antar pelajar adalah salah satu perbuatan yang sangat tercela yang dilakukan oleh seorang atau kelompok pelajar kepada pelajar lain atau kelompok pelajar lain. Tawuran merupakan salah satu kegiatan interaksi manusia yang saling merugikan, karena satu pihak dengan pihak yang lain berusaha saling menyakiti secara fisik baik dengan atau tanpa alat bantu.
Dalam kehidupan mengharuskan adanya interaksi sosial, hal ini kita sebagai makhluk sosial dengan muatan kebutuhan masing-masing, maka tidak dipungkiri akan terjadi konflik atau tawuran sesama masyarakat akibat pertentangan kepentingan. Tawuran semakin menjadi semenjak terciptanya geng-geng sekelompok anak muda. Mereka sudah tidak merasa bahwa perbuatan Tawuran yang dilakukan sangatlah tidak terpuji dan bisa mengganggu ketenangan dan ketertiban masyarakat. Dan sebaliknya justru mereka merasa bangga jika masyarakat itu takut dengan geng/kelompoknya. Ironisnya, tawuran tersebut sering kali menimbulkan korban jiwa, luka berat, kerusakan yang parah pada kendaraan dan kaca gedung atau rumah yang terkena lemparan batu sehingga tindakan tersebut tidak bisa di tolerir lagi, tawuran yang notaben nya dilakukan oleh remaja itu sangatlah merugikan masyarakat karena sangat mengganggu ketertiban dan keamanan.
Sedangkan Konstitusi Negara kita secara tegas diatur dalam Pasal 28 G ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 bahwa: “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda
2https://repository.uir.ac.id/4186/5/7.%20BAB%20
II
yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi seseorang untuk mendapatkan rasa aman”. Dalam Pasal 28 G ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 tersebut dimaksudkan agar setiap perbuatan yang dilakukan oleh pelaku tawuran, merupakan perbuatan yang melanggar hak asasi seseorang untuk mendapatkan rasa aman.
Tawuran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: “Tawuran adalah perkelahian massal atau perkelahian yang dilakukan beramai-ramai”. (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional 2008: 1643) Berdasarkan definisi tersebut, maka tawuran antar warga dapat diartikan sebagai perkelahian yang dilakukan secara massal atau beramai-ramai antara sekelompok warga dengan sekelompok warga lainnya. Jadi, tawuran merupakan suatu perkelahian atau tindak kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat.
Kartini Kartono, (2002 : 21) menjelaskan Tawuran pelajar merupakan salah satu dari bentuk juvenile delinquency (kenakalan remaja), sebagaimana dijelaskan oleh Kartono bahwa salah satu bentuk kenakalan anak atau remaja adalah perkelahian antar gang, antar kelompok, antar sekolah, antar suku (tawuran), sehingga kadang-kadang membawa korban.
Berdasarkan hasil observasi yang kami lakukan bahwa tawuran beberapa kali terjadi di Kuranji, Kalawi, By Pass, dan beberapa daerah dikota padang. Bahwa tawuran yang terjadi melibatkan anak-anak yang berusia 15 tahun keatas dan melibatkan pemuda. Dengan demikian perlu peran yang efektif dari pihak-pihak terkait dalam
menyelesaikan masalah tersebut sehingga benar-benar selesai dan tidak menimbulkan konflik lagi. Langkah yang tepat harus diambil oleh pihak sekolah, orang tua, lingkungan sekitar, serta kepolisian. Berdasarkan tugas sekolah, orang tua, Masyarakat, serta kepolisian yaitu menciptakan ketentraman dan ketertiban, serta keamanan sehingga tidak terjadi tawuran di daerah kota Padang, terutama di daerah yang sering terjadi tawuran, seperti kalawi, kuranji, by pass, serta lubeg, demi memwujudkan warga Negara yang baik dengan saling menghormati satu dengan yang lain dan menciptakan ketertiban, ketentraman dalam masyarakat.
Dari penjelasan sebagaiamana dikemukakan diatas, maka kami tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : Strategi Preventif untuk Mengatasi Tawuran di Kalangan Remaja: Peran Sekolah dan Orang Tua.
2. METODE PENELITIAN
Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskripsi kualitatif dan pengumumpulan serta analisis data melalui kuesioner. Subjek dalam penelitian ini adalah para responden yang telah mengisi kuisioner dari yang sudah kami buat. 85,3% dari 68 respoden membuktikan bahwa pelaku dari tawuran merupakan kalangan atau siswa yang masih duduk dibangku SMA.
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Faktor Penyebab dan Dampak Terjadinya Tawuran
Tawuran awalnya sering terjadi karena saling mengejek atau mencaci satu sama lain yang menyebabkan amarah dari 2 kumpulan remaja dan menyebabkan bentrok satu sama lain. Daerah yang sering terjadi tawuran disalah satu kota padang adalah kalawi.
Dari hasil survei diperoleh bahwa penyebab utama terjadinya tawuran disebabkan oleh sifat negatif akibat pemikiran remaja yang masih labil, dan tidak memiliki cara yang sehat untuk menyalurkan emosi mereka. Selain itu, lingkungan juga memiliki pengaruh yang besar, karena kondisi lingkungan sosial yang buruk juga dapat memicu terjadinya tawuran. Dan juga, ada beberapa faktor seperti pengendalian diri yang kurang, salah paham antar kelompok, dan kurangnya perhatian serta bimbingan dari orang tua.
Menurut Mustofa tawuran dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
- Tawuran pelajar antara dua kelompok pelajar dari sekolah yang berbeda yang mempunyai rasa permusuhan yang telah terjadi turun- menurun / bersifat tradisional.
- Tawuran pelajar antar dua kelompok pelajar, kelompok yang satu berasal dari satu sekolah, sedangkan kelompok yang lainnya berasal dari suatu perguruan yang didalamnya tergabung beberapa jenis Permusuhan yang terjadi diantara dua kelompok ini juga bersifat tradisional.
- Tawuran pelajar antar dua kelompok pelajar. Kelompok yang satu berasal dari suatu sekolah sedangkan kelompok lawannya merupakan koalisi/gabungan dari berbagai macam sekolah yang sejenis. Rasa permusuhan yang terjadi diantara dua kelompok ini juga bersifat tradisional.
- Tawuran pelajar antar dua kelompok pelajar dari sekolah yang berbeda yang bersifat Perkelahian jenis ini biasanya dipicu situasi dan kondisi tertentu. Misalnya suatu kelompok pelajar yang sedang menaiki bus secara kebetulan
berpapasan dengan kelompok pelajar yang lainnya. Selanjutnya terjadilah saling ejek-mengejek sampai akhirnya terjadi tawuran.
- Tawuran pelajar antar kelompok dua pelajar dari sekolah yang sama tetapi berasal dari jenjang kelas yang berbeda, misalnya tawuran antar siswa kelas 10 dengan siswa kelas 11.
Pembahasan
Peran Sekolah dan Orang Tua dalam Mengantisipasi Terjadinya Tawuran
Peran sekolah dalam mengatasi tawuran yaitu, sekolah menegaskan adanya wirid remaja pada malam minggu guna mengatasi tawuran yang sering terjadi dimalam minggu. Sekolah juga memberikan edukasi atau sosialisasi anti kekerasan, membuat program mentoring, meningkatkan pengawasan dilingkungan sekolah, serta bekerja sama dengan orang tua untuk memantau perilaku siswa.
Memberikan pendidikan moral, sekaligus pendidikan tentang dampak kenakalan remaja termasuk di dalamnya adalah tawuran, yang dilakukan secara terjadwal. Bisa juga bekerjasama dengan guru-guru mata pelajaran untuk senantiasa memberikan pesan moral terkait tawuran pada setiap mengajar. Dengan memberikan pendidikan moral terkait dampak tawuran secara rutin kepada siswa akan memberikan efek jera pada siswa sehingga potensi untuk melakukan tawuran bisa di minimalisir.
Memberikan perhatian (sebagai wujud dukungan sosial di sekolah) dan motivasi yang lebih untuk para remaja yang sejatinya sedang mencari jati diri. Hal ini dapat dilakukan melalui guru BK, wali kelas dan guru mata pelajaran. Masing-masing memiliki tanggung jawab untuk menjadi pengasuh sejumlah pelajar. Setiap siswa asuhnya inilah harus diperlakukan selayaknya remaja, sehingga harapannya setiap siswa mendapatkan porsi yang cukup bagi kebutuhan afeksinya. Serta memberi kan fasilitas yang dapat mendukung kelangsungan kegiatan belajar siswa agar siswa tidak jenuh dan memberontak karena fasilitas yang tidak memadai.
Peran orang tua yaitu memberikan edukasi dan bimbingan kepada anaknya agar tidak mengikuti tawuran. Membangun komunikasi yang baik dengan anak dan memberikan seruan secara rutin agar tidak ikut serta dalam aksi tawuran, karena Pendidikan pertama anak yaitu dari keluarga. Orang tua mengarahkan untuk pandai dalam memilih teman dan selalu memberi nasehat kepada anaknya agar tidak ikut- ikutan dalam aksi tawuran.
Kenyataan di masa sekarang bahwa orang tua terlalu sibuk bekerja hingga anak-anak ini kehilangan figur orang tua mereka. Sesibuk apapun, orang tua mesti berusaha meluangkan waktu bersosialisasi dengan anak remaja mereka. Luangkan waktu di akhir pekan untuk berkumpul dan mendengar keluh kesah mereka. Posisikan diri anda sebagai teman bagi anak anda dalam memberikan feedback. Dia akan merasa lega bisa mengeluarkan uneg-unegnya secara positif tanpa harus menyimpang ke perilaku destruktif.
Orang tua sebagai mediator bagi anak, orang tua harus mengetahui teman pergaulannya dan masyarakatnya, harus dapat memperkenalkan, menyeleksi dan menafsirkan keadaan dan norma- norma yang hidup masyarakat kepada anak dalam masyarakat kepada anak. Sebagai mediator orang tua dapat memberikan pengawasan yang baik terhadap anak-anak mereka, memantau aktivitas dan pergaulan anak- anak, serta memberikan pembinaan dan
arahan yang baik.
4. PENUTUP Kesimpulan
Kenakalan remaja adalah sebuah masalah yang terus ada, tetapi kenakalan remaja yang berhubungan dengan tawuran sangatlah memprihatinkan dikota Padang terutama di Kalawi, By Pass, Kuranji dan Lubeg. Kenakalan remaja terkait tawuran memiliki dampak negatif, apabila remaja mengenal tawuran akan menjadi pribadi yang rusak karena tawuran dapat menjadi penuntun atas tindakan negatif yang terpikir oleh remaja. Tetapi kenakalan remaja bisa dihindarkan dan dihentikan karena remaja berada pada usia yang masih cukup muda dan kondisi psikis yang mudah untuk diarahkan.
Dari hasil riset yang telah kami lakukan peran orang tua dan sekolah merupakan hal terpenting dalam mengedukasi masalah remaja. Selain orang tua dan sekolah, lingkungan juga turut mendukung dalam menjadikan pribadi remaja yang cukup baik. Lingkungan tersebut bisa berasal dari lingkungan tempat tinggal dan lingkungan sekolah.
Sekolah dan orang tua dapat berperan dalam memberikan edukasi kepada anak agar terhindar dari aksi tawuran. Orang tua dapat memberi nasehat dan pengarahan serta ujaran berupa larangan agar anak tidak melakukan aksi tawuran, serta membangun komunikasi yang baik dan memberikan perhatian yang lebih pada anak. Sekolah juga dapat mendapat memberikan edukasi dan sosialisasi kepada siswa terkait dampak dari aksi tawuran tersebut.
Saran
Melalui penelitian yang kami lakukan, kami harap sekolah dan orang tua serta lingkungan sekitar dapat menjalankan perannya sebagai motivator terhadap anak remaja agar terhindar dari aksi tawuran. Dan bagi remaja diharapkan dapat menghindari tawuran karena tawuran memiliki dampak yang negatif terhadap fokus anak remaja dan juga akan berpengaruh terhadap masa depan.
Bagi orang tua diharapkan mampu menjalin kedekatan hubungan dengan anak. Mengawasi setiap perkembangan anak, lingkungan pertemanannya dan aktivitas atau kegiatan yang diikutinya. Serta memberikan edukasi yang bermanfaat sesuai nilai, norma yang berlaku sebagai pedoman anak ketika beradaptasi dengan
kehidupan dunia luar.
Hasil penelitian kenakalan remaja di kota Padang menunjukkan sebagian besar tergolong pada kategori sedang, sehingga subjek disarankan untuk memilih lingkungan pergaulan yang tidak menjerumuskan kepada hal-hal negatif, baik di sekolah maupun di rumah. Diharapkan remaja dapat meningkatkan hubungannya dengan orang tua dan bersikap terbuka sehingga orang tua dapat mengontrol perilaku anak. Pihak sekolah atau pendidik harus mengawasi lebih ketat lagi kegiatan-kegiatan siswa agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan dan juga agar nantinya siswa dapat mentaati peraturan ketika berada di lingkungan sekolah.
enelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi pendukung. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian dengan judul yang sama, disarankan untuk lebih memperbanyak kajian tentang keberfungsian keluarga dengan kenakalan remaja, memperluas ruang
lingkup subjek penelitian dan menentukan tempat penelitian yang tepat. Kemudian peneliti dapat meneliti lebih dalam mengenai faktor-faktor lain yang mempengaruhi kenakalan remaja yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M., & Asrori, M. (2016). Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Amin Rais. 1997. Refleksi Amien Rais Dari Persoalan Semut Sampai Gajah, Jakarta: Gema Insani. Press.
Baharudin. P, Zakarias, J. D., & Lumintang. J. (2019). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kenakalan Remaja (Suatu Studi di Kelurahan Kombos Barat Kecamatan Singkil Kota Manado) HOLISTIK, Journal Of Social and Culture Diunduh dari https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ holistik/article/view/25479
Dapartemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.
Kartono, K. (2014). Patologi Sosial II: Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.
Kartini Kartono, 2002. Patologi Sosial 2: Kenakalan Remaja. (Jakarta: PT Raja Grafindo,).
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Cempaka Putih : Jakarta
Santrock, J. W. (2012). Life Span Development : Perkembangan Masa Hidup Jilid I. (B. Widyasinta, Penerj.) Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. ALFABETA ; Bandung
Sumara, D. S.. Humaedi, S., & Santoso, M. B. (2017). Kenakalan remaja dan penanganannya. Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. 4(2)