Padang TIME.com-Baju koko tak bisa dipisahkan dari umat Muslim di Indonesia. Setiap acara keagamaan dan kegiatan ibadah, baju ini banyak dipakai umat Muslim. Tidak hanya itu, dalam kegiatan sehari-hari baju koko juga sering dipakai. Bahkan, tak sedikit sekolah yang menjadikan baju koko sebagai seragam.
Di bulan Ramadan terutama mendekati hari raya Idul Fitri, baju koko makin banyak dicari. Model-model terbaru pun banyak ditawarkan di tempat-tempat penjualan baju koko.
Dilihat dari asal usulnya, baju koko sebenarnya bukan baju asli dari Indonesia. Dalam sejumlah literatur disebutkan, baju koko merupakan hasil adopsi warga Betawi dari baju sehari-hari warga Tionghoa, yakni baju tui-khim.
Pemberian nama koko menurut budayawan Remy Sylado, dalam novel “Pangeran Diponegoro: Menuju Sosok Khalifah”, karena pada mulanya baju ini dipakai oleh engkoh-engkoh, sebutan untuk lelaki Tionghoa.
Masyarakat Nusantara sendiri mulai mengenal baju ini saat warga Tionghoa berniaga di Indonesia. Belakangan baju ini mengalami proses asimilasi budaya hingga munculah baju koko modern, yang kemudian menjadi pakaian khas umat Islam Indonesia.
Baju koko mulai marak dikenakan umat Islam Indonesia pada 1980-an. Terutama ketika Pemerintah Orde Baru mulai membuka ruang ekspresi bagi kekuatan Islam (Fal : )