Oleh : Dr. Dessy Kurnia Sari, SE, MBus (Adv)
Dosen Universitas Andalas Padang
PadangTIME.com – Milenial sering dianggap sebagai individu berusia 20 tahun, yang hobi jalan jalan dan “selfie” untuk halaman media sosial mereka. Namun,seiring waktu, ternyata milenial saat ini sudah tidak muda lagi, dimana milenial akhir tahuun 2000-1982 saat ini sudah ada yang mulai menginjak usia 40 tahun, mereka kini sudah menjadi orang tua, sibuk mengurus keluarga. Studi terbaru menunjukkan bahwa kaum milenial sering menghabiskan sebagian besar waktunya di internet. Bahkan,  orang tua milenial lebih suka bertanya ke Google dan media sosia termasuk untuk menemukan nasehat tentang pengasuhan anak. Untuk alasan ini, setiap orang yang ternyata muncul kebutuhan baru bagi milenial sebagai orang tua untuk mendapatkan informasi yang mereka butuhkan melalui media sosial.
Menurut Internet World Stats (2020), Indonesia menempati urutan kelima di dunia untuk akses ke internet. Dengan kata lain, jumlah Indonesia orang yang mengakses internet bahkan lebih banyak daripada di Jepang. Itu hanya dua peringkat setelah Amerika Serikat, seperti yang ditunjukkan pada Tingginya akses internet tak lepas dari ketersediaan smartphone yang terjangkau dan mampu dibeli terutama oleh kaum milenial. Sekitar 68% pelanggan online di Indonesia mengaku mengandalkan smartphone ketika mencari informasi pembelian yang akan datang termasuk dalam hal mencari produk untuk anak anak mereka. Pernyataan ini didukung oleh fakta bahwa pendapatan iklan seluler di Indonesia meningkat pesat dari tahun ke tahun. Hal ini bahkan semakin dikuatkan dengan situasi Covid 19 dan new normal yang membuat masyarakat makin tak bisa lepas dengan internet.
Berkaitan dengan makin maraknya penggunaan media sosial, maka kemudia muncul pula fenomena baru seperti.Parasocial Interaction (PSI). PSI hadir di tengah kondisi milenial sebagai orang tua sebagai suatu hubungan yang istimewa dengan figure yang bahkan tidak dikenal secara langsung. Secara teori, hubungan parasocial dapat terjadi antara pengguna media sosial dan online inluencers yang sebenarnya bahkan mereka tidak kenal. Muncul figur seperti Atta Halilintar yang menjalin keluarga harmonis dengan Aurel yang kemudian dianggap menjadi figur panutan yang dapat ditiru. Kemudian muncul lagi kisah kekerasan dalam rumah tangga seperti kasus pada Lesti Kejora dan Risky Billar yang membuat public marah karena merasa dikecewakan figur idolanya. Parasocial interaction ini juga dapat terbentuk pada komunitas online dimana para follower atau anggota merasakan perasaan senasib atau adanya kesamaan nilai.
Milenial dan media sosial ternyata terbukti adalah pasangan yang tak terpisahkan. Kenyataan Ini memberikan peluang bagi pemasar untuk menjangkau target pasar melalui platform online seperti Instagram, Youtube, Facebook, Tiktok bahkan WhatsApp. Milenial menghabiskan sebagian besar waktu mereka di situs media sosial. Studi menunjukkan bahwa media sosial adalah sumber informasi utama mereka. Studi memperlihatkan bahwa orang tua milenial memiliki kemajuan dan tradisi yang berbeda dengan generasi sebelumnya .
Mereka dibesarkan oleh orang tua baby boomer di dunia non-digital tradisional, namun mereka sangat mudah beradaptasi dengan teknologi. Selain itu, mereka membesarkan anak-anak mereka secara berbeda karena mereka sangat terikat dengan teknologi dan online platform termasuk dalam pembelian produk. Â Milenial terbukti saling mengikuti milenial lainnya atau idola mereka dalam membeli produk yang mereka lihat di media sosial. Dengan demikian, setiap pihak yang ingin menjangkau para milenial harus mampu menyediakan sesuatu yang menarik melalui media sosial sehingga dapat menarik minat mereka. Pemasaran yang tradisional ternyata tidak akan cukup mampu lagi untuk bersaing tanpa diiringi kesiapan untuk tampil menarik di dunia digital.(pt)