AYO MEMBACA !!

BERITA TERBARU

Peran Komisaris Independen dan Diversitas Gender Direksi dalam Menghasilkan Laba yang Berkualitas

Oleh :  Raudhatul Hidayah (Dosen Fakultas Ekonomi dan                                                                                        Bisnis Universitas  Andalas)

PadangTIME.com – Permintaan akan informasi laporan keuangan yang berkualitas semakin meningkat. Hal ini didorong oleh kebutuhan pelaku pasar akan informasi keuangan dalam membuat keputusan bisnis. Kredibilitas laporan keuangan ditentukan oleh banyak faktor. Literatur akuntansi menunjukkan bahwa pimpinan puncak yang dapat mempengaruhi kualitas pelaporan keuangan (Altarawneh et al., 2022). Hubungan antara karakteristik Chief Executive Officer (CEO) dan pelaporan keuangan merupakan area penting yang perlu mendapat perhatian karena CEO (Direktur Utama) adalah manajemen puncak yang dapat mempengaruhi kualitas informasi keuangan. Meskipun CEO tidak terlibat langsung dalam penyusunan laporan keuangan, tetapi mereka dapat mempengaruhi Chief Financial Officer (CFO) yang memiliki tanggung jawab langsung atas penyusunan laporan keuangan untuk terlibat dalam manipulasi akuntansi (Feng et al., 2011). CEO yang memiliki power kuat dapat menciptakan opacity (keburaman) yang tinggi dalam lingkungan informasi. Informasi dibuat tidak jelas dan bahkan disembunyikan untuk menutupi perilaku mementingkan diri CEO. CEO dengan kekuasaan struktural atau expert power dapat merusak mekanisme pengawasan sehingga CEO dapat menurunkan kualitas laba perusahaan (Shiah-Hou, 2021).

Laba yang dilaporkan dikatakan berkualitas tinggi ketika memberikan lebih banyak informasi tentang fitur kinerja keuangan perusahaan yang relevan dengan keputusan spesifik yang dibuat oleh pembuat keputusan tertentu (Dechow et al., 2010). Selain itu, beberapa peneliti yakin bahwa kualitas laba yang buruk meningkatkan asimetri informasi, yang dapat menjadi alasan munculnya konflik keagenan (Cherkasova & Markina, 2021). Ide penentuan kualitas laporan keuangan suatu perusahaan dengan menilai kualitas laba telah dijelaskan oleh (Dechow et al., 2010). Makalah mereka sangat luas, karena banyak pendekatan dianalisis oleh penulis ini (akrual, kelancaran, ketekunan, penghindaran kerugian, ketepatan waktu, respons investor, dan indikator eksternal seperti pernyataan ulang dan lain-lain). Dalam praktiknya, berbagai pendekatan dan metode digunakan untuk menilai kualitas laba. Agak sulit untuk memilih yang terbaik, karena semuanya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kualitas laporan keuangan dan informasi perusahaan yang sangat baik melibatkan pencerminan laba dan pendapatan aktual perusahaan, menunjukkan stabilitas perusahaan di pasar dan menunjukkan tidak adanya manipulasi dan penipuan untuk menyembunyikan kinerja ekonomi perusahaan yang sebenarnya (Cherkasova & Markina, 2021).

Mohamed et al (2014) meneliti pengaruh karakteristik pribadi CEO pada orientasi kebijakan perusahaan. Hasilnya memperlihatkan bahwa karakteristik demografis CEO mempengaruhi nilai, pengalaman, keahlian, dan disposisi CEO, dan semua ini dipandang sebagai memengaruhi keputusan yang secara krusial dapat memengaruhi kebijakan organisasi. Karakteristik dan sifat psikologis serta sikap dan perilaku manajerial tidak dapat diukur dengan mudah dan andal dalam penelitian (Hambrick, 2007). Kajian terkait teori eselon atas pada dasarnya dapat dibagi menjadi studi tentang kepercayaan manajerial yang terlalu percaya diri, narsisme manajerial/Machiavellianisme, dan studi tentang perilaku etis eksekutif (Plöckinger et al., 2016).

Pengaruh karakteristik CEO pada kualitas laba telah dilaporkan untuk perusahaan di Amerika dan Eropa (Cherkasova & Markina, 2021). Namun, hipotesis mengenai perbedaan di pasar maju dan berkembang (pengujian data dari pasar Asia) belum dikonfirmasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik manajerial memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap kualitas laba dan perkembangan perusahaan di masa yang akan datang. Karakteristik signifikan dari CEO (gender, usia, pekerjaan direktur eksekutif sebagai ketua dewan direksi, senioritas, penghargaan) adalah kunci untuk dianalisis, karena mencerminkan pengalaman kerja, kerja keras, dan kemampuan profesionalnya. Dari hasil penelitian terdahulu menyatakan penting untuk mengetahui pengaruh karakteristik CEO terhadap kualitas laba perusahaan.

Selain demografi CEO, power juga dapat mempengaruhi keputusan Perusahaan. Dalam konteks organisasi, power mengacu pada kemampuan individu untuk menggunakan kehendaknya dan mencapai tujuan dalam afiliasi tertentu (Singh et al., 2018)). Dalam konteks ini, power CEO menunjukkan sejauh mana seorang CEO memiliki kekuasaan dan pengaruh atas manajemen perusahaan. Ada pro dan kontra tertentu dari kekuasaan CEO dan hasil akhir hanya bergantung pada penggunaan kekuasaan dan niat yang menjaga kekuasaan dalam tujuan tertentu. Literatur memiliki bukti empiris terbatas yang menyoroti sumber dari mana CEO memperoleh kekuasaan (Hemdan et al., 2021).

Cherkasova & Markina, (2021) menggambarkan berbagai karakteristik CEO melalui dua sudut pandang, yaitu power dan personality CEO. Power merujuk kepada karakter CEO yang tergantung pada tempat CEO bekerja (misalnya, kompensasi, kepemilikan, dan dualitas pekerjaan) sedangkan kepribadian merujuk kepada karakter CEO yang independen dari jenis aktivitas dan pekerjaan CEO (misalnya, jenis kelamin, usia, dan narsisme).

Salah satu masalah tata kelola perusahaan yang telah menimbulkan kekhawatiran adalah dualitas peran atau fenomena ‘kepribadian dominan’ di mana CEO juga Chairman of the Board (Abdul Rahman & Haniffa, 2005). Dualitas terjadi saat seorang CEO merangkap jabatan lain, baik didalam perusahaan sendiri maupun ditempat lain. Dualitas CEO yaitu CEO yang merangkap jabatan sebagai anggota dewan direksi, ketua dewan direksi dan sekaligus CEO (Cherkasova & Markina, 2021) dan CEO dengan beberapa jabatan direktur eksternal berhubungan positif dengan earnings quality. Secara teori, seharusnya dilakukan pemisahan  jabatan antara posisi CEO dan ketua dewan komisaris, dengan tujuan dapat memberikan check and balance yang penting atas kinerja manajemen (Hashim & Devi, 2008).

Hasil penelitian (Hemdan et al., 2021) memperlihatkan bahwa dualitas CEO merupakan salah satu penentu kualitas laba yang negatif. Hasil ini sejalan dengan Cudia et al., (2021) yang menemukan dualitas CEO adalah prediktor manajemen laba yang signifikan secara statistik untuk perusahaan property. Pendukung teori keagenan percaya bahwa pemisahan dua peran sangat penting untuk pemantauan efektivitas dewan atas manajemen, dengan memberikan bukti pemeriksaan silang terhadap kemungkinan rencana yang terlalu ambisius oleh CEO. Karena, ketika orang yang sama memegang dua posisi penting, mereka cenderung mengejar strategi yang mengedepankan kepentingan pribadi mereka sendiri di atas kepentingan perusahaan.

Hasil penelitian mengenai dualitas CEO dan kualitas laba memperlihatkan hasil yang berbeda. Dalam konteks Indonesia dimana penegakan Corporate Governance masih tergolong rendah, maka dualiats CEO akan meningkatkan power yang dimiliki untuk melakukan manajemen laba dan menghasilkan kualitas laba yang lebih rendah. Akan tetapi peneliti menduga dengan adanya komisaris independen dan adanya diversity gender dalam dewan komisaris perusahaan akan mengurangi perilaku manajemen laba ini.

Dualitas CEO merupakan hal yang menarik, karena dualitas dapat dipandang sebagai meningkatnya power CEO. Dari sudut pandang teori keagenan, manajer cenderung menggunakan sumber daya perusahaan untuk kepentingan mereka dibanding kesejahteraan pemegang saham (Jensen, M. C., & Meckling, 1976) dan memiliki kendali atas informasi yang paling berharga dari rapat dewan yang berbeda (Hemdan et al., 2021). Sehingga CEO dengan powernya dapat melakukan manajemen laba dan mengurangi kualitas laba perusahaan. Independensi dewan komisaris dan diversitas gender anggota dewan diduga dapat mengurangi efek negatif ini. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah dualitas CEO berpengaruh negatif terhadap kualitas laba perusahaan publik di Indonesia. Kemudian juga menguji peran proporsi komisaris independen besar dan diversitas gender dapat mengurangi (memitigasi) pengaruh negatif tersebut.

Sebelum tahun 2019, Bursa Efek Indonesia (BEI) mewajibkan perusahaan publik untuk memiliki direktur eksternal/independen dan komisaris independen dalam jajaran Dewan Direksinya. Hal ini diterapkan untuk meningkatkan independensi dan objektivitas pengambilan keputusan para dewan. Namun, per tanggal 27 Desember 2018, BEI sudah tidak mewajibkan lagi hal ini karena undang-undang yang ada telah menetapkan bahwa Direksi harus menjadi pihak yang independen, dan independensi ini semakin dikuatkan dengan adanya komisaris independen dalam Dewan Komisaris. Dengan demikian, independensi dewan dapat diukur melalui proporsi komisaris independen dalam perusahaan, yaitu minimal 1 orang (dalam Dewan Komisaris beranggotakan 2 orang) atau 30% dari jumlah seluruh anggota Dewan Komisaris (dalam Dewan Komisaris beranggotakan lebih dari 2 orang) (Suteja, ESGI).

Peran keberadaan komisaris independen dapat memitigasi hubungan negatif antara dualisme CEO dengan Kualitas laba?

Ketika komisaris independen tidak memiliki manfaat langsung atau tidak langsung terkait dengan kinerja keuangan perusahaan, mereka diharapkan untuk memfasilitasi pelaporan posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya dan dengan mengekang kemungkinan manipulasi laba (chatterjee, 2020).

Alves (2021) menyatakan bahwa Dewan direksi independen kurang didominasi oleh CEO dan lebih mampu menjalankan tanggung jawab tata kelola mereka dengan baik. Dewan independen diharapkan lebih tahan terhadap tekanan manajemen. Dewan yang didominasi orang dalam dianggap lebih kecil kemungkinan melakukan kontrol dibandingkan dengan dewan yang memiliki banyak direktur independen untuk mengesampingkan keputusan manajemen yang mengancam kepentingan pemegang saham karena direktur tersebut berada di bawah CEO dan karenanya bergantung pada CEO. Komisaris  independen lebih bersedia untuk memantau CEO/ direktur utama, yang dengan kemampuannya dapat mengawasi dengan lebih baik dengan independensinya. Dengan demikian, perusahaan dengan dominasi yang lebih besar oleh komisaris independen harus mengarah pada kualitas laba yang lebih tinggi.

Salem-Alzoubi, (2014) menemukan bahwa dualitas CEO dan keahlian khusus dewan memiliki hubungan positif yang jelas dengan akrual diskresioner. Temuan menunjukkan bahwa karakter dewan memiliki peran yang efektif dalam mendeteksi manajememen laba dan pada gilirannya meningkatkan kualitas pelaporan keuangan (FRQ). Temuan empiris sebelumnya menunjukkan bahwa dewan yang terstruktur lebih independen dari manajemen lebih efektif dalam memantau proses akuntansi keuangan perusahaan.

Di Indonesia karena sejak tahun 2019 tidak diwajibkan adanya dewan direksi independen maka, penelitian ini menggunakan komisaris independen untuk melaksanakan fungsi kontrol direktur indepnden tersebut. Sehingga dengan adanya kontrol komisaris independen maka diharapkan dapat memitigasi hubungan negatif antara power yang kuat (dualisme) CEO terhadap kualitas laba.

Peran diversitas gender pada dewan dapat memitigasi hubungan negatif antara dualisme CEO dengan Kualitas laba

Perempuan yang berada pada posisi Dewan direksi, komite audit dan top manajemen memiliki kecenderungan lebih konservatif dalam pelaporan keuangan, pengungkapan lingkungan dan social yang reletif lebih tinggi, kurang agresif dalam pengelolaan pajak, kurangnya keinginan dalam melakukan kecurangan dan audit fee yang lebih tinggi (Khlif & Achek( 2017). Dalam sebuah penelitian menyebutkan bahwa sekitar 17,19% direktur yang terlibat penipuan adalah individu yang termasuk dalam kelompok etnis minoritas atau kekurangan anggota wanita (Naumovska et al., 2020)

Temuan penelitian Liao et al., (2019) menunjukkan bahwa, wanita memiliki kecenderungan untuk lebih menghindari risiko dan lebih berkomitmen pada kebijakan etika dapat menyebabkan perempuan untuk bertindak sebagai pengaruh moderat pada pengambilan risiko, dan karena itu mengurangi kemungkinan bahwa perusahaan akan terlibat dalam litigasi untuk penipuan pelaporan keuangan saat memeriksa yang didominasi laki-laki vs industri yang didominasi wanita, kehadiran setidaknya satu wanita di posisi eksekutif memiliki efek mitigasi yang lebih kuat pada penipuan di industri yang didominasi laki-laki.

Manajemen laba untuk menghindari kerugian atau penurunan laba kemungkinan besar terjadi ketika CEO adalah laki-laki, dan tidak mungkin terjadi ketika CEO perempuan. Singkatnya, seorang CEO laki-laki akan (1) bersedia membuat keputusan yang oportunistik, tetapi berisiko dan mungkin tidak etis dalam mengelola pendapatan untuk mempertahankan posisinya dalam jangka pendek; dan (2) yakin bahwa dia dapat menebus efek dari manajemen seperti itu, sedangkan CEO wanita akan enggan membuat keputusan seperti itu. Penelitian menunjukkan kehadiran perempuan di dewan perusahaan dapat membatasi kekuasaan CEO dan mengurangi atau menghilangkan dampak negatif dari CEO Powers pada kualitas laba. (pt)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini