SEJARAH BERDIRINYA KOTA MADYA SAWAHLUNTO

0
46391

Sejarah Berdirinya Nagari Kubang

PadangTIME.com – Nagari Kubang terletak di pusat Kota Sawahlunto. Wilayah Nagari
Kubang terdiri dari Desa Pasar Kubang, Kubang Tangah,Kubang Utara
Sikabu, Kelurahan Kubang Sirakuak Selatan,Kubang Sirakuak Utara,
Kelurahan Pasar, Aur Mulyo, Tanah Lapang, Air Dingin, Saringan,
Lubang Panjang dan sebagian Kelurahan Durian Satu.
Nagari Kubang merupakan Konfederasi Sambilan Koto Di Mudiak
dalam kekuasaan Kerajaan Pagaruyung. Nagari Kubang di sebelah
barat berbatasan dengan Nagari Kajai dan Nagari Lunto. Sebelah
timur berbatasan dengan Nagari Pemuatan (Kab.Sijunjung). Sebelah
utara dengan Nagari Kolok, Sijantang, Nagari Sibarombang (Kab.
Solok). Sebelah selatan berbatasan dengan Nagari Pianggu (Kab.
Solok) dan Nagari Silungkang.
Nagari-nagari Konfederasi 9 Koto Dimudiak antara lain; Nagari
Kubang, Padang Sibusuak, Kolok, Sijantang, Talawi, Padang Ganting,
Batu Manjulu, Pemuatan, Palangki, Muaro Bodi, Kabun Mundan
Sakti, Koto Baru, Tanjung Ampalu, Palalua, Tanjuang Guguak,
Padang Lawe Muaro Sijunjung (Tambo Alam Minangkabau oleh
Ibrahim DT Sangoeno Dirajo, halaman 34). Nagari Kubang terdiri
dari enam suku antara lain; Supanjang, Dalimo, Patopang, Payobadar,
Panai dan Sikumbang.
Mata pencarian masyarakat Nagari Kubang tertumpu dengan hasil
kebun terkenal dengan Durian Kubang, pertanian terutama padi dan
ubi kayu. Disamping itu masyarakatnya juga mengolah kapuk
menjadi benang dengan cara dipukul pakai rotan. Masyarakat juga
berkebun Cengkeh dan dimasa cengkeh menjadi primadona maka
pohon kapuk habis ditebang sehingga usaha pembuatan benang
ditinggalkan. Namun pada tahun 1965 cengkeh terkena hama dan
masyarakat Nagari Kubang pergi merantau untuk mencari
penghidupan di daerah baru. Selanjutnya generasi berikutnya mata
pencaharian masyarakat tertumpu kepada industri rumah tangga
pembuatan kerupuk ubi dan bertenun Songket sampai saat ini.
SAWAHLUNTO/KOTA KUALI
Sawahlunto adalah Tanah Ulayat Nagari Kubang jauh sebelum
Pemerintah Kolonial Belanda menguasai tambang batubara yang
tertua di Nusantara. Asal nama Sawahlunto adalah daerah persawahan
disepanjang aliran Batang Lunto (Sungai Lunto) atau juga sawah yang
dialiri oleh Batang Lunto. Persawahan tersebut adalah Tambilang Bosi
Niniak Moyang Orang Kubang yang artinya adalah sawah yang
diteruko atau dibuat oleh Ninik Moyang Orang Kubang. Sawah
batumpak di nan data ladang baliku tiok leriang berikut nama sawah
tersebut antara lain ; Sawah Rawang di sekitar Pasar Remaja, Sawah
Sianik di sekitar Kantor PT BA-UPO, Sawah Godang lokasinya
sekitar Kelurahan Tanah Lapang, Sawah Limau Kapeh lokasinya
sekitar SMP 1 Sawahlunto, Sawah Kobou Tuo (Kerbau Tua)
lokasinya di sekitar Kubang Sirakuak, Sawah Auah (sawah Aur)
lokasinya di sekitar Stasiun Kereta Api sekarang.
Sebelum Kolonial Belanda datang ke Sawahlunto masyarakat Nagari
Kubang sudah menghuni cekungan Sawahlunto. Di sekitar rumah
masyarakat dibangun Surau dan Mesjid sebagai sarana ibadah
masyarakat. Adapun mesjid tersebut adalah, Mesjid Islam di bangun
tahun 1852 di Kubang Sirakuak Utara dan Mesjid Alhidayah di
bangun tahun 1854 di Air dingin.
PENGUASAAN TAMBANG BATUBARA OLEH
KOLONIAL BELANDA
Datangnya Kolonial Belanda untuk mengeksploitasi kekayaan alam
Ulayat Nagari Kubang yaitu batubara. Kolonial Belanda memberi
nama Tambang Batubara Ombilin tahun 1892. Kolonial Belanda
melakukan perjanjian dengan pihak Nagari Kubang untuk dapat
melakukan aktivitas penambangan batubara diatas Ulayat Nagari
Kubang. Waktu akan memulai aktifitas penambangan tersebut pihak
Belanda mengundang Ninik mamak Kubang sebagai pemilik ulayat
sebagai sosialisasi akan dimulainya aktivitas penambangan yang
dikenal dengan nama Pesta Adat.
Pihak Kolonial Belanda memberi atau membayar f 500 (limaratus
gulden ) untuk pesta adat kepada Nagari Kubang dan f 1.500 (seribu
lima ratus gulden) sebagai siliah jariah untuk di bagi bagi, yang
diberitahukan melalui Surat Gubernur Hindia Belanda tertanggal 26
maret 1892 no.1695 kepada ke enam Penghulu di Nagari Kubang
masing masing f 100 (seratus gulden) dan kepada 18 kepala kepala
lainnya yaitu malin, manti, dan hulubalang dari nagari itu masingmasing f 50 (lima puluh gulden), yang kesemuanya itu disebut orang
IV Jinih didalam suku masing-masing.
Uang tersebut diberikan sebagai pengganti tanaman yang ada diatas
tanah tersebut atau disebut bunga kayu kepada nagari artinya tidak
terjadi pelepasan hak atas Ulayat kepada Kolonial Belanda. Bunga
Kayu adalah, Sebagaimana yang tertuang dalam ketentuan adat
minangkabau,
Dari tanah nan sabingka
Dari aia nan satitiak
Dari capo nan sabatang
Ka ate ta tambun jantan
Ka bawa takasiak bulan
Karimbo ba bungo kayu
Ka sungai ba bungo pasia
Ka lawik ba bungo karang
Ka sawah ba bugo ampiang
Ka tambang ba bungo ameh
Dalam sapuluah kalua ciek
Berdasarkan Pesta Adat tersebut Pihak Belanda sebagai penggarab
(pengelola) mengeluarkan seper sepuluh dari hasil (dalam sepuluh
keluar satu) untuk Nagari Kubang, bukan pelepasan hak atas tanah
Ulayat Nagari Kubang. Sedangkan uang yang diterima oleh nagari
tidak setimpal dengan hasil bumi dan panen sawah masyarakat Nagari
Kubang karena daerah yang di pakai untuk tambang batu bara adalah
sawah terbesar dan terbanyak di Nagari Kubang.
PEMBENTUKAN PEMERINTAHAN SAWAH LUNTO
Pada tahun 1888 dibentuk Gemeente Sawahlunto. Pada zaman
kemerdekaan kemerdekaan Gemeente itu diatur oleh Peraturan
Presiden Nomor : 20 dan 21 Tahun 1946.
Pemerintah Nagari dan kelembagaan Daerah pada Tanggal 10 Maret
1949 mengadakan rapat dengan keputusan bahwa Pusat pemerintahan
Afdealing Solok yang dahulunya berada di Sawah lunto dibagi
menjadi Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung dan Kabupaten Solok
sehingga Pemerintah Stad Gemeente Sawahlunto dirangkap oleh
Bupati Sawahlunto/ Sijunjung. Selanjutnya berdasarkan UU Nomor :
18 Tahun 1965 status Sawahlunto berubah menjadi daerah Tingkat II
yang berdiri sendiri dengan sebutan Kotamadya Sawahlunto dengan
Walikota pertama Achmad Noerdin, SH terhitung mulai 11 Juni 1965
melalui Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 15 /2 / 13-
227 Tanggal 8 Maret1965.
PERJUANGAN DAN PERLAWANAN KE NEGARIAN
KUBANG LUNTO TERHADAP KOLONIAL BELANDA DI
SAWAHLUNTO
Setelah Pemerintah Kolonial Belanda mengeruk kekayaan alam perut
bumi Ulayat Nagari Kubang namun perjanjian bagi hasil yang tertera
dalam Pesta Adat tidak sesuai dengan kesepakatan.
Maka pada tanggal 1 Januari 1908 terjadi perlawan rakyat Nagari
Kubang terhadap Kolonial Belanda di Sawahlunto yang dikenal
dengan “Pemberontakan Tahun 1908”.
Tokoh masyarakat Kubang H. Aga Datuak Maharajo Kayo yang
terkenal dengan nama Tuanku Khatib. Tuanku Khatib mengajak
kerabatnya Tuanku Tempa dari Nagari Lunto untuk mengadakan
perlawanan terhadap Kolonial Belanda di Sawahlunto.
Alhasil dikumpulkan para pendekar yang memiliki ilmu kebal di
Nagari Kubang dan Lunto untuk mengadakan perlawanan terhadap
Pemerintahan Kolonial Belanda. Para pendekar berlatih ilmu perang
dengan para guru mereka yang mana para guru veteran Perang Paderi
pada tahun 1821 – 1838.
Adapun Perlawanan terhadap Belanda dipimpin oleh, Tuanku H.
Khatib( Khatib ditangkap oleh Belanda terlebih dahulu), Tuanku
Tempa, H. Abdulgani, Muin Bagindo Tan Ameh, Hasan Husin, Boga
Matlahi, Adam Rangkayo Batuah, Manjalani Malano Dari, Muin Indo
Marajo, Baki, Asi Bagindo Bunsu, Rasul Kotik Rajo, Taha Dubalang
dan 500 orang masyarakat.
Penyerangan dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 1908. Tercatat
korban tewas di pihak Belanda sebanyak 84 orang sedangkan di pihak
Nagari Kubang sebanyak 4 orang. Korban meninggal di pihak Nagari
Kubang karena melangar larangan yang telah ditentukan oleh
pemimpin perlawanan yakni Tuanku Tempa. Larangan atau
pantangannya adalah; tidak boleh melangkahi mayat dan tidak
boleh mengambil harta kawan maupun lawan. Sedangkan polisi dan
tentara Kolonial Belanda yang tewas 84 adalah polisi dan tentara
bayaran.
Lokasi makam Pejuang Tahun 1908 sebagai berikut; Tuanku H.
Khatib di halaman Mesjid Raya Baitun Nur Kubang, Tuanku Tempa
di Batu Janjang kecamatan Bukik Sile Kabupaten Solok, H.
Abdulgani di Tampan Pekanbaru Riau, Adam Rangkayo Batuah di
Surau Rawang Dusun Batu Tajam, Asih Bagindo Bunsu di Panto
Desa Kubang Utara Sikabu, Muin Bagindo Tan Ameh di Panto Desa
Kubang Utara Sikabu, Baki di Panto Desa Kubang Utara Sikabu dan
Muin Indo Marajo di Surau Rawang Desa Kubang Tangah, Hasan
Husen di KubangTungkai Kubang Tangah, Boga Matlahi di Rumah
Tapanggang Kubang Tangah, Manjalani Malano Sati Guguak Jighak
Kubang Tangah, Rasul

SumberTIM PENYELESAIAN  ULAYAT NAGARI KUBANG

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini