MKKS Adukan Nasib Sekolahnya Ke DPRD Kota Padang

0
7241
PadangTIME.com – Ratusan guru swasta tergabung dalam Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Swasta se-Kota Padang dipimpin Eni Farida hearing dengan Komisi IV DPRD Kota Padang dan diterima wakil ketua DPRD Arnedi Yarmen diruang konsultasi, Rabu (29/7/2020).
Alasan mereka sekolah swasta di Kota Padang kekurangan siswa baru pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2020/2021. Ketua PGRI menyampaikan, setiap tahun sekolah swasta di wilayahnya kekurangan siswa. Kondisi itu kembali terjadi pada tahun ini.
Rombongan PGRI diterima oleh Wakil Ketua DPRD Kota Padang Arnedi Yarmen didampingi Ketua Komisi IV Azwar Siry didampingi anggota dewan Wismar Panjaitan, Muhidi dan Zulhardi Latif.
“Masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya, karena menurut hasil survei di lapangan, sekolah swasta masih banyak yang kekurangan siswa,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, kekurangan siswa yang terjadi pada 2020 ini bukan disebabkan adanya Unit Sekolah Baru (USB) seperti pada tahun lalu. Melainkan, adanya penambahan jumlah rombel secara diam-diam di sekolah negeri oleh Dinas Pendidikan. Padahal disepakati jumlah rombel 32, ditambah menjadi 40.
“Memang tidak ada USB baru lagi, tapi secara diam-diam mereka (Disdik,Red) menambahkan jumlah rombel yang sudah disepakati, ini menurut hasil laporan anggota yang terjun langsung kelapangan,” katanya.
Namun, ia belum dapat menjelaskan sekolah swasta di Kota Padang yang kekurangan siswa. Alasannya, BMPS baru akan melakukan rapat evaluasi untuk mendata sekolah yang kekurangan siswa dan merumuskan langkah kedepan hari ini, Rabu (15/7).
“Kita akan melakukan evaluasi dan pendataan sekolah mana yang masih kekurangan siswa, termasuk melakukan perencanaan untuk melakukan tindakan,” tukasnya.
Ia mengatakan, secara umum PPDB pada tahun ini tak mengalami masalah karena sejumlah sekolah memiliki perencanaan dan mekanisme yang baik.
“Bahkan ada beberapa sekolah yang sudah menutup pendaftarannya pada awal Maret,” ujarnya.
Namun dia tak menampik ada sekolah yang kekurangan siswa karena faktor manajemen yang kurang baik.
“Secara umum aman, tapi memang tidak dipungkiri ada beberapa sekolah yang memang kekurangan siswa, ini faktor manajemennya,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, sekolah yang saat ini mengalami kekurangan siswa agar dapat memperbaiki sistem manajemen penerimaan siswa baru dan sosialisasi program yang menarik. Dengan demikian, masalah serupa tak terjadi pada tahun berikutnya.
“Harus ada perbaikan manajemen agar sekolah swasta tidak mengalami kendala serupa di tahun selanjutnya,” pungkasnya.
Kota Padang, Provinsi Sumatra Barat memiliki 601 sekolah dan 47 madrasah, sejak Sekolah Dasar (SD) dan sederajat, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA).
Selain itu, di kota ini juga terdapat sejumlah satuan pendidikan anak usia dini (PAUD). Sekolah, madrasah dan satuan PAUD tersebut terletak di 11 kecamatan di kota ini, yakni :
1. Kecamatan Bungus Teluk Kabung
Di kecamatan ini terdapat 22 sekolah dan 3 madrasah.
2. Kecamatan Lubuk Kilangan
Di kecamatan ini terdapat 33 sekolah dan 3 madrasah.
3. Kecamatan Lubuk Begalung
Di kecamatan ini terdapat 52 sekolah dan 4 madrasah.
4. Kecamatan Padang Selatan
Di kecamatan ini terdapat 55 sekolah dan 3 madrasah.
5. Kecamatan Padang Timur
Di kecamatan ini terdapat 79 sekolah dan 2 madrasah.
6. Kecamatan Padang Barat
Di kecamatan ini terdapat 67 sekolah dan 2 madrasah.
7. Kecamatan Padang Utara
Di kecamatan ini terdapat 58 sekolah dan 3 madrasah.
8. Kecamatan Nanggalo
Di kecamatan ini terdapat 39 sekolah.
9. Kecamatan Kuranji
Di kecamatan ini terdapat 68 sekolah dan 8 madrasah.
10. Kecamatan Pauh
Di kecamatan ini terdapat 33 sekolah dan 5 madrasah.
11. Kecamatan Koto Tangah
Di kecamatan ini terdapat 95 sekolah dan 14 madrasah.
Sementara ratusan pengunjuk rasa mendatangi Dinas Pendidikan dan Gubernur Sumbar. Mereka membentangkan beberapa spanduk bermuatan kritik terhadap Dinas Pendidikan dan Gubernur Sumbar yang dinilai pilih kasih terhadap sekolah swasta, khususnya selama penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2019.
Sejumlah kepala sekolah dan guru swasta yang tergabung dalam Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Sumbar gelar aksi di depan Kantor Gubernur Sumbar.
Mereka meminta kepada Gubernur Sumbar untuk membuat perimbangan antara sekolah negeri dan swasta.
Ratusan pendemo dari pihak sekolah swasta beraksi sejak pukul 10.00 WIB.
“Hapus sistem optimalisasi PPDB. Hapus sistem PPDB tahap 2 tahap 3,” tulis mereka di spanduk.
“Jangan bunuh sekolah swasta. Virus zonasi membunuh swasta,” tulis di spanduk lain.
Ada pula pesan yang ditulis di spanduk berukuran besar, seperti Sistem PPDB sekolah negeri di Sumbar membunuh sekolah swasta.
Kemudian, perlakukan sama sekolah swasta dengan negeri.
“Bukan corona yang membunuh swasta, tapi sistem PPDB sebagai pembunuh,” tulis juga di spanduk lain.
Mereka beraksi juga sembari menyanyikan beberapa lagu dengan lirik:
“Mana dimana anak kambing saya, anak kambing saya ada dipinggir kali. Mana dimana anak didik saya, anak didik saya diambil sekolah negeri,”
“Kita tidak dibawa ikut serta dalam pengambilan keputusan, ” kata seorang peserta aksi yang merupakan Kepala Sekolah Muhammadiyah Bukittinggi Zamril.
Zamril mengungkapkan, tuntutan secara garis besar adalah agar pemerintah daerah menjalankan kebijakan sesuai arahan pusat.

Sejumlah kepala sekolah dan guru swasta yang tergabung dalam Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Sumbar gelar aksi di depan Kantor Gubernur Sumbar, Kota Padang, Rabu (29/7/2020).

Sejumlah kepala sekolah dan guru swasta yang tergabung dalam Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Sumbar gelar aksi di depan Kantor Gubernur Sumbar, Kota Padang, Rabu (29/7/2020).
Mereka beraksi juga sembari menyanyikan beberapa lagu dengan lirik:
“Mana dimana anak kambing saya, anak kambing saya ada dipinggir kali. Mana dimana anak didik saya, anak didik saya diambil sekolah negeri,”
“Kita tidak dibawa ikut serta dalam pengambilan keputusan, ” kata seorang peserta aksi yang merupakan Kepala Sekolah Muhammadiyah Bukittinggi Zamril.
Zamril mengungkapkan, tuntutan secara garis besar adalah agar pemerintah daerah menjalankan kebijakan sesuai arahan pusat kata dia, di dalam Permendikbud diatur isi kelas hanya 36 siswa, namun Pemda justru menambah hingga 40 siswa.
“Akibatnya, murid kami berkurang. Dari 250 lebih, setelah adanya optimalisasi daya tampung ini hanya 105 siswa,” terang Zamril.
Zamril berharap supaya Pemda berpedoman kepada aturan dari pusat. “Jangan dibuat pula peraturan sendiri di daerah. Jalankanlah peraturan dari pusat,” tegas Zamril. (nz)
bebi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini