PadangTIME.com- SIJUNJUNG – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Sumbar melakukan penangkapan terhadap salah satu tambang ilegal (Galian C) di Jorong Taruko Nagari Tanjung Kec. Koto VII Kab. Sijunjung, Senin (31/08).
Saat penggerebekan pemilik tambang dengan inisial AL (30) mengatakan mampu memproduksi pasir hingga 50 kubik/hari.
“Kalau izin belum punya, kita menggunakan dompeng (perahu untuk mengeruk pasir dari dasar sungai) untuk satu dompengnya kita mampu memproduksi 10 mobil (truk) perhari atau sekitar 50 kubik”, tutur AL dilokasi penggerbekan, Senin (31/08).
Penggerbekan ini dipimpin langsung Kepala Subbidang (Kasubdit) 4 Ditrimsus Polda Sumbar AKBP David Tampubolon, SIK. Dalam penggerbekan turut diamankan pemilik tambang, supir truk, 1 unit truk berisi pasir, dan mesin dompeng sedot pasir. Saat berita ini diturunkan pemilik dan barang bukti masih diamankan di Mapolres Sijunjung dan akan dibawa ke Mapolda Sumbar.
Sementara itu salah seorang pengamat hukum Missiniaki Tommi, SH menyampaikan apresiasi kepada Dirkrimsus Polda Sumbar Kombes Arly Jembar Jumhana, SIK dan jajaran atas keberhasilannya menertibkan beroperasinya tambang ilegal diwilayah hukum Polda Sumbar. Menurut Tommi tambang ilegal sangat berpengaruh pada aspek lingkungan, ekonomi dan sosial.
“Pertama-tama saya ucapkan selamat dan apresiasi yang tinggi kepada Bapak Dirkrimsus Polda Sumbar dan jajaran atas keberhasilannya dan respon cepat menanggapi informasi masyarakat. Yang namanya illegal, tentu tidak diawali dengan kajian lingkungan. Tidak memiliki izin AMDAL atau UKL/UPL. Sehingga tidak memiliki instrumen ekonomi lingkungan hidup,” ujarnya.
Tommi mengatakan, instrumen ekonomi lingkungan hidup sangat diperlukan untuk tetap bisa menjaga keberlanjutan, keseimbangan alam dan pelestarian lingkungan hidup.
Instrumen ekonomi lingkungan hidup memberikan manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan hidup yang seimbang pula antar pihak.
Dalam analisanya, dampak terbesar pertambangan pasir ilegal dari aspek lingkungan bisa merusak ekosistem, menimbulkan erosi, membentuk lubang atau cekungan genangan air, longsor, hilangnya vegetasi dan hayati.
Sedangkan dari aspek ekonomi, meskipun pasir “ikut” mendukung aktifitas pembangunan di daerah, namun pada jangka panjang, justru menimbulkan kerugian ekonomi. Pertambangan Ilegal dinilai tak berkontribusi untuk pembangunan daerah.
“Hilangnya pendapatan daerah dari retribusi galian mineral, tidak adanya dana jaminan untuk pemulihan lingkungan dan insentif lingkungan lainnya,” ujarnya
Tommi menganalisa pertambangan pasir juga berdapak peda kehidupan sosial. Efek pertambangan bisa menimbulkan kegaduhan antar pihak. Bahkan berujung pada proses hukum.
“Karena kegiatan/usaha pertambangan pasir tersebut tidak dilakukan sesuai kaidah-kaidah lingkungan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,” ungkapnya. (ril)