Oleh: Ilmainir Tabrani FEB-Unand


Setiap kali pemilihan umum (pemilu) akan digelar, perasaan was-was selalu meliputi peserta pemilihan umum. Kecurangan dalam pemilu di Indonesia disinyalir sudah jamak terjadi. Penyataan ini terkait dengan berbagai macam pemberitaan di media massa dari waktu ke waktu.

Pemilihan umum melibatkan berbagai pihak, serperti; penyelengara pemilu (KPU, Bawaslu, Pemerintah), Masyarakat sebagai pemilih, dan peserta pemilu (berupa partai atau gabungan partai, calon legislatif maupun calon presiden dan wakil presiden). Masyarakat sebagai pemilih mengharapkan calonnya baik, calon legislatif maupun calon presiden dan wakil presiden terpilih begitu juga harapan peserta pemilu. Oleh karena itu diperlukan penyeleng-gara pemilu sebagai wasit yang netral pada posisinya masing-masing.

Tulisan ini mencoba membahas upaya yang dapat dilakukan oleh peserta pemilu untuk menekan salah satu kecurangan dalam rekapitulasi hasil perhitungan suara.

Pola-pola kecurangan dalam Pemilu

Terdapat berbagai macam pola kecurangan dalam pemilu. Bentuk kecurangan pertama adalah adanya politik uang. Kecurangan seperti ini disinyalir terjadi dalam pilpres 2014.

[1] Politik uang ini meyebabkan munculnya anggapan bahwa sistem noken di papua gampang diakali.

Bentuk kecuarangan kedua adalah berupa mobilisasi massa dari kelompok pemilih ke TPS tertentu[2]. Bentuk kecurangan seperti ini dapat menyebabkan warga negara yang tidak mempunyai hak pilih ikut memilih. Bentuk kecurangan seperti disinyalir terjadi di ponpes Al Zaitun dalam pilpres 2004.[3]

Bentuk kecurangan ketiga adalah tidak terakomodirnya pemilih yang mestinya mempunyai hak suara namun nama-nama mereka tercantum dalam DPT. Akibatnya mereka kehilangan hak pilihnya. [4]

Kecurangan lainnya adalah merubah rekapitulasi perhitungan suara.[5] [6] Bentuk kecurangan seperti ini dapat terjadi secara berjenjang. Kecurangan dalambentuk rekapitulasi ini sangat mungkin terjadi pada Tingkat desa/ kelurahan, kecamatan, kabupaten/ kota, maupun provinsi serta pada level nasional. Meskipun demikian kecurangan seperti ini cukup sulit untuk dibuktikan.

[1] https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=12527

[2] https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/07/140713_pemilu_curang_pemilu

[3] https://news.detik.com/berita/d-172189/panwas-al-zaytun-kerahkan-massa-pemilih-dan-tps-liar

[4] https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/07/140713_pemilu_curang_pemilu

[5] https://theconversation.com/riset-temukan-tiga-penyebab-praktik-kecurangan-pada-pemilu-2014-dan-2019-130188

[6] https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/07/140723_prabowo_mk

Upaya pencegahan kecurangan dalam merubah rekapitulasi perhitungan suara 

Peserta pemilu dapat mencegah perubahan rekapitulasi perhitungan suara dengan melakukan rekapitulasi tandingan terhadap rekapitulasi KPU. Peserta pemilu dapat membuat aplikasi sederhana untuk melakukan rekapitulasi. Aplikasinya mi-ssalnya berbasis android digunakan dengan mengoptimalkan peran saksi di setiap TPS. Aplikasi itu hanya dapat diakses oleh saksi dari suatu peserta untuk menginputkan perolehan suara di suatu TPS. Perolehan suara tersebut hanya dapat dieksekusi oleh saksi jika dilampiri dengan dokumen Berita Acara Perhitungan Suara dari TPS.

Aplikasi ini sekaligus menyadiakan Berita Acara Perhitungan pada setiap level perhitungan dan juga menyediakan doku-men pendukungnya secara berjenjang. Dengan tersedianya bukti, maka peserta pemilu bisa mencetak bukti pendukung dengan segera jika harus melakukan tuntutan di pengadilan.   (pt)

bebi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini